Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka dan Eksistensi Pemangku Adat di Indonesia

Jakarta [SKN] – Disampaikan oleh Ketua Umum Lintas Komunikasi Pemangku Adat Seluruh Indonesia (LKPASI) pada Senin (18/8/2025) pagi
Delapan puluh tahun perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia bukan hanya momentum kebanggaan, tetapi juga waktu yang tepat untuk melakukan refleksi mendalam.
Indonesia adalah bangsa besar dengan sejarah panjang, di mana keberadaan kerajaan, kesultanan, dan masyarakat hukum adat menjadi fondasi lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pemangku adat, raja, sultan telah memberikan kontribusi nyata dalam membentuk jati diri bangsa yang berlandaskan gotong Royong, musyawarah, dan keadilan sosial.
Namun kenyataan saat ini menunjukkan bahwa eksistensi pemangku adat seringkali terpinggirkan dalam dinamika pembangunan nasional. Tanah ulayat dan hak-hak adat kerap diabaikan, sementara pakaian adat dan simbol budaya hanya diposisikan sebagai pelengkap seremonial negara tanpa menyentuh substansi penghormatan terhadap lembaga adat yang masih hidup.
Padahal, konstitusi dan berbagai undang-undang telah menegaskan pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya.
Dasar Hukum Yang Menguatkan:
1. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
2. Pasal 28I ayat (3) UUD 1945: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional berlaku selaras dengan perkembangan zaman.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengakui desa adat sebagai bagian dari tata kelola negara.
6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
7. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Konvensi UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda.
Refleksi 80 tahun Indonesia merdeka membawa pesan penting bahwa bangsa ini berada di tengah persimpangan sejarah. Untuk menuju Indonesia Emas 2045, negara harus mengakui dan memperkuat kembali peran pemangku adat sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Mengabaikan adat berarti mengabaikan sejarah dan akar peradaban bangsa.
Langkah Presiden Prabowo Subianto dalam menegaskan kembali arah pembangunan bangsa patut diapresiasi, sebab sejalan dengan cita-cita leluhur yang meletakkan persatuan, warisan, dan martabat bangsa sebagai tujuan utama. Namun, perjalanan ini harus dilengkapi dengan komitmen nyata dalam melindungi hak-hak ulayat, memuliakan eksistensi kerajaan dan kesultanan, serta menjadikan pemangku adat sebagai mitra strategis negara.
LKPASI menegaskan bahwa menjaga eksistensi pemangku adat bukan sekedar melestarikan budaya, melainkan juga memperkuat fondasi dan kebangsaan. Indonesia tidak boleh jati dirinya, karena keberadaan adat adalah ruh bangsa yang memberi arah dan legitimasi moral dalam membangun masa depan.
Dirgahayu ke-80 Republik Indonesia. Mari kita jaga marwah adat, tegakkan hak-hak masyarakat hukum adat, dan bersama-sama wujudkan Indonesia yang prospek menuju Indonesia Emas 2045.
Sumber : Sultan Rusdal Inayatsyah
Ketua Umum LKPASI
Pucuk Adat Kesultanan Inderapura Minangkabau
( Heruskn86 )