Peti di Sanggau, Pengamat: Jangan Tutup Mata, Ini Pelanggaran HAM dan Hukum Lingkungan

0
IMG-20251006-WA0015

Sanggau, Kalbar [SKN] – Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) kembali mencuat di Kabupaten Sanggau. Berdasarkan hasil pantauan dan dokumentasi lapangan awak media pada Senin (6/10/2025) siang, terpantau puluhan rakit mesin “jek” aktif di sepanjang aliran Sungai Kapuas, tepatnya di wilayah Desa Sungai Muntik, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau. Kalimantan Barat, pada Senin (06/10/2025)

Ironisnya, aktivitas ilegal tersebut berada jauh dari pusat kota dan hanya berjarak beberapa kilometer dari Markas Polres Sanggau serta kantor aparat penegak hukum (APH) lainnya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keseriusan penegakan hukum di daerah itu.

Sejumlah sumber warga yang ditemui di sekitar lokasi menyebutkan bahwa aktivitas PETI tersebut dikendalikan oleh seorang cukong berinisial “ASP”, yang disebut-sebut memiliki jaringan yang kuat dan diduga mendapat dukungan dari oknum tertentu.

ASP itu mengendalikan utama di wilayah sini. Dia terus beroperasi, tidak ada yang berani mengganggu. Seperti kebal hukum,” ujar seorang warga yang enggan disebut demi alasan keamanan, kepada awak media di lokasi kejadian.

Dari hasil dokumentasi lapangan, terlihat jelas sejumlah rakit mesin dompeng mengeruk dasar sungai menggunakan pipa besar dan membuang limbah lumpur langsung ke aliran air Sungai Kapuas. Aktivitas tersebut menyebabkan air sungai berubah menjadi pekat dan menimbulkan bau logam yang tajam.

Menanggapi kondisi itu, Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat kebijakan publik dan hukum lingkungan, menegaskan bahwa aktivitas PETI merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap hukum nasional dan hak asasi manusia (HAM).

Tambang emas ilegal tanpa izin ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga merupakan bentuk pelanggaran HAM karena mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat sekitar,” tegas Dr. Herman.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa tindakan tegas harus segera diambil oleh aparat penegak hukum. Menurutnya, pernyataan Kapolda Kalbar yang sebelumnya menegaskan komitmen anggota PETI harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan hanya sebatas wacana.

Kalau aparat benar-benar serius, hentikan sekarang. Jangan tunggu sungai kita jadi racun. Limbah merkuri dan kerusakan DAS Kapuas ini sudah memasuki tahap darurat lingkungan,” ungkapnya.

Dr. Herman juga mengingatkan bahwa perintah Presiden Republik Indonesia dalam peringatan HUT TNI ke-80 lalu agar seluruh pihak menegakkan hukum lingkungan dan anggota aktivitas penambangan ilegal, harus dijalankan secara konkret di lapangan oleh aparat di Kalimantan Barat.

Kondisi di lapangan yang terekam kamera media menunjukkan adanya dugaan kuat pembiaran terhadap aktivitas penambangan ilegal tersebut. Mesin-mesin tambang beroperasi bebas di siang hari, dengan suara bising menggema di sepanjang bantaran sungai, tanpa adanya tindakan penertiban dari pihak yang berwenang.

Padahal, aktivitas seperti ini jelas menguraikan ketentuan hukum yang diatur dalam:

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba),

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta

KUHP Pasal 158 tentang Pertambangan Tanpa Izin, yang dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.

Hingga berita ini diturunkan, pihak-pihak terkait seperti Polres Sanggau, Pemerintah Kabupaten Sanggau, dan pihak ASP belum memberikan keterangan resmi.

Redaksi tetap berupaya mengkonfirmasi semua pihak terkait untuk memperoleh keterangan berimbang sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan tetap membuka hak jawab serta hak klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebut dalam pemberitaan ini.

Sumber : Dr. Herman Hofi Munawar Pengamat Kebijakan Publik dan Hukum Lingkungan

( Heruskn86 )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *