Berita Soal “Naiknya Status Penyidikan Kasus BP2TD” Sangat Tidak Berdasar Hukum dan Menyesatkan Publik
Oplus_131072
Pontianak, Kalbar [SKN] – Menanggapi pemberitaan media daring beberapa hari yang lalu, berjudul “Belum Usai Kasus Jalan Mempawah di KPK, Status Perkara Ria Norsan Naik ke Penyidikan Terkait Kasus BP2TD”, kami selaku tokoh masyarakat Kalimantan Barat menyampaikan keprihatinan dan penyesalan mendalam atas munculnya informasi yang tidak akurat tersebut.
Baca juga : Pangdam XII/Tpr Silaturahmi ke Gubernur Kalbar, Pererat Sinergi TNI Dengan Pemerintah Daerah
Selaku Ketua Umum Persatuan Orang Melayu (POM) dan Koordinator Laskar Indonesia Bersih dan Advokasi Sosial (LIBAS), pada Senin (3/11/2025) Agus Setiadi, menegaskan komitmen kami terhadap penegakan hukum yang adil, transparan, dan berimbang. Namun, keadilan tidak boleh ditegakkan di atas informasi yang keliru. Sebagai bentuk klarifikasi dan sikap resmi, kami menyampaikan hal-hal berikut:
1. Tidak Ada Dasar Hukum untuk Menyatakan Ada “Penyidikan Baru”*
Berdasarkan konfirmasi langsung kepada sumber valid di lingkungan Polda Kalimantan Barat, dipastikan tidak ada satu pun Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atau dokumen resmi lain yang menunjukkan dibukanya penyidikan baru terkait perkara BP2TD Mempawah.
Dalam sistem hukum Indonesia, penyidikan hanya sah apabila terdapat Sprindik yang dikeluarkan secara resmi sesuai Pasal 1 angka 2 KUHAP. Tanpa itu, setiap klaim mengenai “penyidikan baru” merupakan tindakan tanpa dasar hukum *(non-existent legal act)* dan tidak memiliki kekuatan yuridis.
Dengan demikian, narasi bahwa “status perkara naik ke penyidikan” adalah tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
2. Perkara BP2TD Telah Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht)*
Perlu ditegaskan bahwa perkara pembangunan Balai Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) di Kabupaten Mempawah telah selesai dan berkekuatan hukum tetap *(inkracht)* melalui putusan Mahkamah Agung RI. Artinya, bagi pihak–pihak yang telah dijatuhi vonis pengadilan dan proses kasasi / PK telah selesai, maka tidak ada lagi proses penyidikan lanjutan terhadap kasus tersebut. Putusan tersebut menjadi final dan mengikat terhadap seluruh pihak yang telah melalui proses peradilan hingga tingkat kasasi atau peninjauan kembali. Karena itu, tidak ada dasar hukum untuk membuka kembali perkara yang sama.
Prinsip *ne bis in idem* sebagaimana diatur dalam Pasal 76 KUHP menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dituntut dua kali atas perkara yang sama. Menghidupkan kembali isu yang sudah *inkracht* tanpa dasar hukum baru berarti melanggar asas kepastian hukum *(lex certa)* serta berpotensi menjadi bentuk pembunuhan karakter terhadap individu yang telah memperoleh putusan final.
3. Pemberitaan Tanpa Konfirmasi Merupakan Kelalaian Jurnalistik*
Kami menilai pemberitaan tersebut mengandung pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 3 dan 4 yang mewajibkan verifikasi sumber dan pelarangan pencampuran fakta dengan opini yang menghakimi. Sebelum memuat isu sensitif seperti dugaan penyidikan, seharusnya dilakukan uji silang (cross check) kepada lembaga resmi, antara lain :
Polda Kalimantan Barat sebagai otoritas penyidikan,
Kejaksaan Tinggi Kalbar sebagai pengendali perkara,
KPK sebagai lembaga supervisi, dan
Mahkamah Agung RI sebagai penentu status inkracht.
Tanpa verifikasi dari lembaga-lembaga tersebut, pemberitaan menjadi framing yang menyesatkan *(misleading framing)* dan berpotensi mencederai kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
4. Aspek Etika dan Tanggung Jawab Publik, Sebagai organisasi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai hukum dan adat Melayu, kami mengingatkan bahwa fitnah hukum sama berbahayanya dengan fitnah politik. Menuduh seseorang kembali tersangkut perkara yang telah selesai adalah bentuk penyalahgunaan informasi *(abuse of information)* yang dapat merusak reputasi pribadi serta menimbulkan keresahan sosial.
Kami mendesak pihak media yang bersangkutan untuk:
Menarik atau merevisi pemberitaan tersebut secara terbuka, dan
Menyampaikan klarifikasi resmi kepada publik, agar tidak terjadi pembentukan opini yang keliru.
Oleh karena itu, Kami menghimbau Media bersangkutan segera melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada institusi resmi sebelum menyiarkan isu hukum. Kepada Masyarakat agar tidak terpancing oleh berita yang belum memiliki dasar resmi, melainkan menunggu rilis resmi dari Polda, Kejaksaan, atau KPK.
5. Sikap Resmi Kami*
Kami menyatakan dengan tegas :
– Mendukung sepenuhnya penegakan hukum berdasarkan bukti dan prosedur sah, bukan opini atau tekanan politik.
– Menolak segala bentuk pemberitaan yang tidak berdasar hukum dan menyesatkan publik.
– Siap menempuh langkah hukum apabila pemberitaan serupa terus disebarluaskan tanpa klarifikasi resmi dari pihak berwenang.
Baca juga : 542 Sertifikat Tumpang Tindih: Semua Instansi Tahu, BPN Singkawang Bungkam
Pernyataan Penutup
Kami menyerukan kepada seluruh media dan masyarakat untuk tetap kritis namun beretika, serta berpegang teguh pada prinsip hukum positif Indonesia. Keadilan tidak boleh dibangun di atas rumor — tetapi harus berdiri di atas putusan pengadilan yang sah, final, dan mengikat.(Heruskn86 )
Sumber : Agus Setiadi, SE
Ketua Umum Persatuan Orang Melayu (POM) dan Koordinator LIBAS (Laskar Indonesia Bersih dan Advokasi Sosial)
